Masdar Desiawan 25 Januari jam 10:04 Balas
Ketua Biro Politik pada Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) Palestina Khalid Mishal memperingati dunia Islam, utamanya negara-negara Arab, akan rubuhnya Masjid al-Aqsha di Yerusalem (Alquds) akibat aktivitas penggalian yang terus menerus dilakukan pihak Israel.

Dikatakan Mishal, Masjid al-Aqsha dan bilangan Alquds saat ini berada dalam status bahaya dan darurat beriringan dengan proses "pembersihan" tempat-tempat bersejarah Islam di sekitar wilayah kota suci itu.

"Dan saya sangat takut jika Masjid al-Aqsha akan runtuh secara tiba-tiba," kata Mishal dalam acara peringatan setahun mengenang perang Gaza yang digelar di Damaskus, Suriah, Jum'at (22/1) kemarin, sebagaimana dilansir Aljazeera.

Mishal menegaskan, bahwa krisis Masjid al-Aqsha dan masalah Palestina adalah krisis dan masalah bersama dunia Arab dan Islam.

Selain itu, Mishal juga menyinggung pentingnya komitmen dan persatuan negara-negara Arab untuk bersama-sama membuka blokade Gaza yang dilakukan Israel sejak 2006 silam serta membangun kembali Gaza yang hancur akibat serangan Israel setahun silam. (eramuslim/fn)kispa.org

Posted on 15.29 by LDK IZZIS STAI-MU

No comments


Tarbiyah Islamiyah telah melewati usia 20 tahunnya. Fenomena yang berawal dari sekolah-sekolah dan kampus ini, terus berkembang menjadi arus besar yang ikut menentukan gerak perubahan di negeri ini. Ketika terjadi transisi kekuasaan tiga tahun lalu, kekuatan tarbiyah mentransformasikan dirinya ke dalam Hizbud-Da’wah. Di panggung politik yang terbuka dan kompetitif, masyarakat bisa menyaksikan buah-buah tarbiyah yang direpresentasikan para kader-kadernya.

Beragam respon muncul; mulai dari kekaguman dan harapan-harapan besar yang digantungkan kepadanya hingga kecemasan yang menggiring rasa ingin tahu banyak pihak untuk lebih mengenali apa, siapa dan bagaimana Hizbud-Da’wah yang lahir dari rahim tarbiyah ini? Kini, di mihwar muassasi, akankah tarbiyah tetap menjadi semangat zaman sebagaimana di dua fase perjalanan dakwah sebelumnya?

Penerimaan Umat terhadap Tarbiyah

Ada hal yang menggembirakan hati kita ketika bicara soal tarbiyah. Yaitu meluas dan berkembangnya respon positif masyarakat terhadap aktifitas tarbiyah dan produk manusia muslim yang dilahirkannya. Hal ini bisa diukur dari meluasnya penerimaan berbagai segmen masyarakat muslim terhadap aktifitas tarbiyah. Halaqah dan ta’lim yang semula marak di sekolah dan kampus, kini mulai bermunculan di perkantoran, pabrik-pabrik, masjid, organisasi dan berbagai perkumpulan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Ukuran lainnya, meningkatnya harapan masyarakat terhadap peran-peran perubahan yang bisa dilakukan kader-kader tarbiyah di berbagai bidang kehidupan.

Bentuk penerimaan dan harapan ini, sepertinya telah melampaui berbagai kecurigaan, keterasingan dan ketakutan yang pernah hinggap di ruang pikiran dan perasaan masyarakat terhadap para aktifis tarbiyah. Sesuatu yang kita temukan pada sepuluh atau bahkan dua puluh tahun lalu. Banyak sekolah, kampus, masjid dan kantor-kantor telah menjadikan tarbiyah sebagai program resmi mereka. Tentu saja dalam berbagai kemasan dan bentuk yang berbeda-beda. Kalau dulu, para aktifis mendatangi orang per-orang untuk menawarkan tarbiyah, sekarang masyarakat seakan antri menunggu para aktifis yang mau mentarbiyah mereka.

Hal menggembirakan ini tentu saja patut kita syukuri. Kebahagiaan seorang da’i adalah ketika menemukan masyarakat menerima seruannya, dan mengikuti jalan Islam dalam kehidupannya. Syukur kita kepada Allah SWT menunjukkan keikhlasan amal yang akan terus melahirkan kekuatan motivasi untuk berkembang. Dan keikhlasan, pada akhirnya akan menjadi kunci terbukanya pintu ridha dan pertolongan dari Allah SWT. Rasa syukur pun harus kita berikan ketika kader-kader tarbiyah ini mendapatkan penerimaan dan penghargaan yang baik di tengah masyarakat, karena kebaikan Islamnya. Termasuk, ketika penerimaan dan penghargaan masyarakat itu berbentuk hal-hal materiil. Sesuatu yang pada gilirannya akan memperkaya sarana-sarana kekuatan da’wah untuk mengembangkan aktifitas tarbiyahnya.

Rasa syukur kita kali ini, tentu saja bagian dari mata-rantai sikap syukur yang tak henti-hentinya sejak da’wah ini memulai nasy’ah (Pembentukan)-nya. Pada awal mihwar tanzhimi, kebersamaan kita dalam tarbiyah dan da’wah dirasakan seperti hidayah dan ni’mat Allah yang membawa kita keluar dari kelamnya kegelapan jahiliyah menuju ruang baru Islam yang terang-benderang. Ada semangat kuat untuk membedakan diri. Dan keterasingan menjadi sebuah keberuntungan dalam benak dan perasaan para kader tarbiyah.

Ruang perbedaan dan keterasingan antara kader tarbiyah dan masyarakat pada masa itu, harus dibayar dengan pengorbanan. Sekian puluh atau ratus akhwat muslimah dikeluarkan dari sekolah atau kampus, lantaran jilbab panjangnya. Sederetan anak muda tidak lagi menjadi anak kesayangan mami dan papi, lantaran fikrah baru Islam yang diyakininya. Berjilid-jilid kisah semacam ini bisa kita himpun dari para saksi da’wah yang masih istiqamah di jalan-Nya.

Salah satu nasyid yang dihafal adalah “Ghuraba” atau “Orang-orang yang Asing”. Dan salah satu hadits yang sangat dihafal dengan fasih adalah:

“Islam pertama kali datang asing, dan akan kembali menjadi asing. Maka beruntunglah orang-orang yang asing. Yaitu mereka yang memperbaiki sunnahku setelah manusia merusaknya.”

Kebenaran tidak akan pernah bisa dipadamkan, sekalipun pengikutnya ditekan atau bahkan dimusnahkan.

Demikianlah, deretan dan kumpulan “orang-orang asing” justru semakin banyak. Sejak pertengahan tahun 70-an, para pendekar pembaharuan Islam meneriakkan desakralisasi dan desimbolisasi Islam. Mereka menyerang jilbab dan jenggot, misalnya. Arus besar yang muncul, justru parade akhwat muslimah berjilbab dan kumpulan pemuda berjenggot. Kalimat salam menjadi nada merdu yang menghiasi bis-bis kota, jalan-jalan, koridor sekolah, gerbang kampus dan rumah-rumah kontrakan dimana dua aktifis tarbiyah atau lebih bertemu satu-sama lain. Arus yang tidak bisa dibendung dan bahkan menghempaskan berbagai buih kampanye sekulerisasi Islam ke tepian pantai. Villa-villa mewah di kawasan wisata pegunungan dan ruang-ruang tamu beralas tikar tanpa sofa berukuran 3×3 meter, menjadi saksi hidup bagaimana riak-riak ombak itu digerakkan dan lalu menghimpun dirinya menjadi arus besar yang sangat dahsyat.

Nafas syukur semakin menguat, ketika da’wah meluaskan langkahnya ke dalam mihwar sya’bi. Ada misi besar yang diamanatkan da’wah kepada para kader tarbiyah sekitar tujuh tahun lalu. Yaitu mendatangi sanak-keluarga, kerabat, handai-taulan dan masyarakat luas untuk mendengar dan menerima seruan da’wah Islam. Doktrin yang ditanamkan ikut berkembang. “Anda istimewa” dan bukan “Anda berbeda”. Allah SWT – melalui da’wah ini – telah menganugerahkan keistimewaan aqidah, fikrah dan manhaj kepada para kadernya. Misi besar dalam mihwar sya’bi adalah menebarkan keistimewaan Islam itu kepada masyarakat seluas-luasnya. Kader tarbiyah bukan lagi Ashabul-Kahfi yang sedang ditidurkan Allah di dalam gua, tetapi mereka yang keluar dari gua untuk menemui masyarakat yang lama ditinggalkannya.

“Dan demikianlah, Kami mempertemukan manusia dengan mereka, agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar…” (Al-Kahfi:21)

Ada begitu banyak campuran rasa menghiasi dada setiap kader tarbiyah saat itu. Perasaan ragu, waspada, sungkan sampai rasa bahasa yang berbeda. Tetapi, alhamdulillah, Allah SWT menunjukkan keistimewaan Islam yang mereka miliki. Masyarakat ta’jub dan dengan sangat lahap mengkonsumsi berbagai kebaikan yang dimiliki para kader tarbiyah. Menjawab respon yang luar biasa, para kader da’wah pun lebih mengorganisir amalnya melalui berbagai wajihat dan muassasat. Ada yang bergerak di bidang pendidikan, pelayanan da’wah, sosial dan ekonomi. Kredibilitas lembaga akhirnya ikut mendongkrak kredibilitas personilnya. Sejumlah kader da’wah mulai dikenal sebagai public figure.

Prestasi dan gelar akademik yang mulai diperhatikan kembali, ikut mengakselerasi dan mengeskalasi posisi publik kader-kader da’wah di tengah masyarakatnya.

Tarbiyah sebagai Semangat Zaman

Demikianlah, dua fase awal da’wah – mihwar tanzhimi dan mihwar sya’bi – dilalui dengan semangat zaman untuk mentarbiyah umat. Daurah-daurah rekrutmen yang dilakukan hampir di setiap akhir pekan, menjadi sarana efektif untuk membangkitkan kesadaran umat dan membalikkan orientasi hidup mereka. Halaqah ammah dan halaqah khashshah menghiasi malam-malam dan siang, di mana ribuan spidol whiteboard menuliskan kalimat-kalimat Islam setiap harinya. Sebuah irama yang terus bergema tak pernah henti. Persis ungkapan nabi Nuh as:

“Ya Rabbi, sesungguhnya aku telah mendakwahi kaumku malam dan siang.” (Nuh: 5).

Saat-saat liqa’ tarbawi merupakan yang paling dirindukan. Rasa haus akan ilmu, kerinduan bertemu sesama ikhwah atau sesama akhwat, berbagi masalah dan pengalaman dengan sang murabbi atau murabbiyah, dan pulang kembali ke rumah dengan dada yang penuh dengan keindahan iman dan kesempurnaan tawakal kepada Allah SWT. Enam hari berikutnya, adalah hari-hari da’wah dan tarbiyah. Sang mutarabbi pada sisa enam hari berikutnya menjelma sebagai murabbi dan da’i bagi umat. Ilmu dan pemahaman yang didapatkan dalam liqa tarbawi kemarin, telah menjadi tema berbagai liqa’at tarbawi pada keesokan harinya. Merekalah sosok-sosok Rabbaniyyun.

“Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani. Karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran: 79).

Tidak ada keraguan sedikitpun untuk menyampaikan ilmu Islam kepada mad’uwin atau obyek da’wah. Meski usia mereka muda, bukan lulusan pesantren dan sebagian besar belum menguasai bahasa Arab, namun ada “izzah”, keyakinan dan kebanggaan akan fikrah Islam yang mereka milika. Ada “hamasah”, semangat menggelora untuk mengamalkan Islam dan menyerukannya kepada orang lain. Dan ada “ghirah”, kecemburuan dan semangat pembelaan terhadap Islam yang diabaikan oleh umatnya sendiri.

Inilah tiga unsur yang menghiasi militansi tarbiyah dan da’wah mereka pada tingkat individu. Izzah, hamasah dan ghirah Islamiyah. Ketiga hal ini tidak lahir kecuali dari mata air keimanan yang jernih, lautan pemahaman yang luas dan gelombang keikhlasan yang tidak pernah surut. Militansi individu semakin diperkokoh dengan semangat keterikatan (ruhul-irtibath) antar anggota dalam sebuah halaqah, semangat persaudaraan (ruhul-ukhuwah) yang terpancar dari cahaya wajah-wajah yang mudah saling mengenali, walaupun belum pernah berjumpa sebelumnya. Serta semangat kerjasama (ruh amal jama’i) untuk menopang berbagai tanggungjawab dan beban da’wah melalui semangat saling memberi dan berkorban (ruhul badzl wat tadh-hiyah). Semua ini menjadikan himpunan mereka sebagai bangunan yang kokoh dan saling menopang (al-bunyan al-marshush). Firman Allah:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (As-Shaf: 4).

Rahasia Sukses Tarbiyah

Apa yang menjadi rahasia kesuksesan tarbiyah dalam melahirkan itu semua?

Yang pertama dan paling utama, adalah istiqamah.

Yang menghiasi jiwa para du’at dan kader tarbiyah dalam melewati putaran roda da’wah –yang harus mendaki bukit terjal (aqabah)– adalah

- istiqamah dalam hidayah,

- istiqamah dalam keikhlasan,

- istiqamah dalam keta’atan dan

- istiqamah dalam kesabaran.

Inilah hal terberat bagi setiap da’i dan bahkan nabi. Ayat yang membuat nabiyullah Muhammad SAW berubah rambutnya, adalah perintah untuk istiqamah.

“Maka istiqamahlah (kamu) sebagaimana yang Aku perintahkan…” (Hud: 112).

Dan inti dari istiqamah adalah kesabaran.

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28).

Dalam perjalanan panjang da’wah dan tarbiyah ini, istiqamah dibangun melalui tarbiyah imaniyah yang terus-menerus, baik secara jama’i maupun dzati (mandiri). Liqa’ tarbawi sangat dipenuhi dengan suasana ruhiyah dan peribadahan (munakh ruhi wa ta’abbudi), dan berbagai aktifitas jama’i untuk tarqiyah ma’nawiyah dan tazkiyatun-nafs dilakukan secara periodik dan konsisten. Kemudian, ditopang oleh suasana saling menasehati (munakh tanashi) dalam kebenaran (bil-haq), dalam kesabaran (bis-shabr) dan dalam kasih-sayang (bil-marhamah).

Rahasia sukses kedua adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indhibath bil-mas’uliyah).

Pada masa-masa itu kita akan menemukan seorang ikhwah yang sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika datang terlambat ke halaqah. Atau ketika ia udzur, esok harinya ia sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan. Juga begitu banyak para murabbi yang meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi halaqah yang secara rutin dilakukan.

“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (At-taubah: 24).

Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27).

Bila kita menemukan ada mutarabbi yang punya ongkos pas-pasan untuk hadir dalam halaqah, tidak sedikit kita temukan, murabbi yang harus pulang berjalan kaki – karena tidak tersisa lagi uang sesenpun. Bukan karena para mutarabbi tidak membantu, tetapi bahkan sang murabbi tidak pernah menampilkan wajah dirinya sedang mengalami kesulitan di hadapan para mutarabbinya.

“… orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena (mereka) memelihara diri dari meminta-minta…” (Al-Baqarah: 272)

Tanggungjawab yang berangkat dari kesadaran akan amanah da’wah ini, menjadi tradisi yang diwariskan para murabbi kepada mutarabbinya. Nyatanya, semakin mereka disiplin pada tanggungjawab da’wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi.

“Dan bersabarlah, karena Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Huud: 115)

Rahasia ketiga, adalah kemenyeluruhan dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fid-daur at-tarbawi).

Seorang murabbi atau murabbiyah –ketika mentarbiyah mutarabbinya– tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru atau muwajjih yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah dan ma’nawiyah mutarabbinya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbinya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin (qaid) yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahun kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufik dan hidayah dari Allah SWT. Dan ketika ia sedang rihlah atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasikkan.

Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan as-sabiqunal awwalun dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat (qabil lit-taghyir) dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru perubahan (anashir taghyir).

Menyiapkan Anashir Taghyir

Adalah tadbir Rabbani yang penuh dengan hikmah Rabbaniyah, ketika tarbiyah ini menanam bibit-bibit awalnya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat muslim negeri ini sebagian besarnya adalah kaum ummiyyun, orang-orang yang jahlu ‘anil-Islam atau tidak memahami agamanya.

“Dan di antara mereka ada orang-orang ummiyyun, tidak memahami al-Kitab, kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.” (Al-Baqarah: 78).

Secara sosio-politis, gerak kehidupan mereka sangat ditentukan oleh elit-elit penguasanya. Mereka menggiring masyarakatnya kepada kejahiliyahan, sebagai sesuatu yang dipandang sebagai jalan kebaikan.

“Fir’aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik. Dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.” (Al-Mu’min: 29)

Sehingga, baik-buruknya negeri ini dan gerak perubahan di masyarakatnya akan sangat ditentukan oleh para elit masyarakatnya. Ini merupakan fenomena zaman berbagai umat terdahulu dan menjadi bagian dari sunnah perubahan.

Para pemuda yang terdidik adalah calon-calon pemimpin di masa depan. Sehingga, secara historis, apa yang ditanam sejak awal oleh tarbiyah adalah menginvestasikan calon-calon pemimpin bagi proses perubahan besar di negeri ini. Mereka adalah kaum yang mewarisi sikap kritis nabi Ibrahim.

“Dan ingatlah di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Al- An’am: 74).

Mereka juga kaum yang mewarisi keluasan ilmu dan sikap penjagaan diri yang dimiliki nabi Yusuf. Dan mereka juga tampil sebagai sosok-sosok Musa baru yang kuat, berani dan bisa dipercaya.

Perjalanan waktu, membawa mereka untuk menjadi bagian dari masyarakat profesional yang bekerja di berbagai sektor pemerintahan, bisnis dan industri. Sebagian lagi tampil sebagai akademisi dan intelektual yang memberi warna baru bagi dunia pendidikan negeri ini. Kepedulian sosial mereka telah melahirkan berbagai wajihat dan muassasat yang bekerja bagi pelayanan umat dan berperan sebagai agen-agen perubahan sosial. Ketika mereka menikah, berkeluarga dan memiliki keturunan, mereka juga menjadi bagian penting dari masyarakat sosialnya. Kehadiran mereka bukan sekedar pelengkap, tetapi menjadi subyek penting bagi gerak-dinamika masyarakatnya. Banyak diantara mereka menjadi pengurus masjid, pengelola lembaga-lembaga pendidikan atau bahkan ada yang menjadi ketua RT/RW.

Calon-calon pemimpin masa depan negeri ini telah menyebar ke berbagai sendi umat, dan nyatanya mereka senantiasa menjadi rujukan (marja’) bagi masyarakatnya. Kredibilitas moral dan sosial yang dimiliki, telah membuka jalan bagi mereka untuk berperan sebagai pemimpin masyarakatnya (qiyadatul-mujtama’). Keberadaan mereka diberbagai segmen dan lini masyarakat inilah, yang menghasilkan berbagai manuver (munawarah) dan perluasan (tausi’ah) da’wah yang spektakuler. Tarbiyah –pada titik ini– telah menjalankan tugas pentingnya, melahirkan anashir taghyir yang akan melakukan misi qiyadatul-mujtama’.

Momentum dan Tugas Perubahan

Kini –atas izin Allah SWT– tarbiyah berada pada mihwar muassasi. Da’wah ini telah mentransformasikan dirinya sebagai Hizbud-Da’wah di tengah-tengah kancah perubahan pada masa transisi (ahdul-intiqal) yang diwarnai iklim keterbukaan dan kompetisi. Bagi para abnaa at-tarbiyah, terbentang sebuah lahan amal yang sangat luas dan menantang. Inilah lahan jihad yang dijanjikan Allah SWT, untuk membuktikan kebenaran iman dan janji kita. Di lahan luas ini, juga bertebaran para penyeru kebatilan yang bersemangat untuk menarik umat dari lubang kegelapan lama kepada lubang kegelapan yang baru. Kemenangan hanya akan diraih oleh orang-orang yang sungguh-sungguh beramal dan berjihad di jalan-Nya. Bila tidak, tunggulah saat kehancuran.

“Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfal: 73)

Apa sesungguhnya tugas besar yang ada di pundak abnaa at-tarbiyah sekarang ini? Ketahuilah, ada empat tugas besar dihadapan kita semua saat ini. Masa depan Islam di negeri ini ditentukan pada kemauan dan kemampuan kita merealisasikan keempatnya. Tidak ada tempat bagi orang yang ragu, dan tidak ada jalan bagi orang yang berlambat-lambat. Cukuplah sahabat Ka’ab bin Malik sebagai pelajaran berharga bagi kita!

1. Tugas kita yang pertama, terlibat sekuat tenaga untuk membebaskan umat dari belenggu kejahiliyahan dan kazhaliman politik. Momentum perubahan tidak akan berulang dua kali dalam waktu yang sama. Daud muda telah menemukan momentum terbaiknya ketika dengan tangan kecilnya mampu merobohkan raja Jalut dan menghancurkan seluruh sendi-sendi kekuatan dan kekuasaannya.

2. Tugas kedua, memenuhi arus negeri ini dengan solusi Islam, bukan saja pada tataran opini dan wacana, tetapi sampai tingkat praksis dan aplikasi. Hampir seluruh tatanan masyarakat dan bangsa ini telah mencapai usia rapuhnya atau bahkan telah mati. Umat membutuhkan sesuatu yang baru yang bisa menyelamatkan mereka. Pelajar SLTP yang mulai hobi tawuran butuh solusi konkrit. Pelajar SMU yang terjerat miras dan narkoba butuh solusi segera. Mahasiswa yang gandrung seks bebas butuh solusi jitu. Kaum pekerja yang lama tereksploitasi oleh kaum majikan butuh pembelaan dan pemberdayaan. Pelaku ekonomi kecil dan menengah yang terhimpit konglomerasi dan terinjak birokrasi butuh dukungan politik dan keadilan ekonomi. Rakyat kecil yang semakin menjerit karena harga yang melangit, rumah yang tergusur, pekerjaan yang hilang dan kriminalitas yang mengancam. Mereka membutuhkan orang-orang yang memihak dan membela mereka atas nama kebenaran dan keadilan. Organisasi-organisasi yang saling sikut dan gembos antar elit pemimpinnya, telah menyeret massa pendukungnya ke dalam arena tawuran massal. Mereka butuh ruh baru yang bisa menyatukan dan mendamaikan dirinya.
Jawaban atas semua ini sudah sampai pada tataran aksi, bukan lagi diskusi. Setiap kader da’wah dan tarbiyah adalah orang-orang cerdas yang mampu menggerakkan komunitas di sekelilingnya, untuk bersama-sama melakukan perubahan dan perbaikan. Jangan biarkan umat menanti terlalu lama, hingga akhirnya mereka dituntun oleh orang yang buta. Da’wah ini memiliki puluhan ribu kader dengan beragam ilmu, kemampuan, profesi dan sarana. Organisasi da’wah ini pun memiliki seperangkat lini-lini organisasi yang dipersiapkan untuk menjadi ujung-tombak perubahan di berbagai bidang.

“Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu. Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui.” (Az-Zumar: 39).

3. Tugas ketiga adalah mengajak sebanyak-banyaknya manusia untuk menerima Islam dan menjadi pendukung da’wah ini. Ingatlah, Rasulullah SAW akan bangga dengan umatnya yang banyak. Jalan demokrasi akan memberikan kekuasaan kepada mereka yang memiliki pendukung yang banyak, meskipun perubahan biasanya dilakukan hanya sekelompok kecil orang. Untuk ini, pekerjaan pertama kita adalah da’i. Pekerjaan kedua kita adalah murabbi, dan pekerjaan ketiga kita adalah pemimpin. Setiap waktu, kita seru manusia kepada Islam, kita tarbiyah mereka untuk menjadi sosok muslim sejati, lalu kita pimpin mereka untuk meraih kemenangan dan kebahagiaan. Setelah itu, kita tidak punya pekerjaan lain hingga Allah SWT membebaskan kita dari semua pekerjaan itu di surga kelak. Insya Allah!

4. Dan terakhir, tugas keempat kita adalah terus-menerus menyiapkan diri dan mengembangkan segala kemampuan yang dibutuhkan oleh da’wah. Tarbiyah adalah madrasah tempat kita membina diri. Bagi mereka yang menyadari dan memahami ini semua, sikap apa yang akan diberikan terhadap tarbiyah? Hanya satu jawaban, kokohkan kembali tarbiyah. Suatu umat tidak akan pernah bangkit untuk kedua kali, selama mereka tidak mampu memenuhi syarat-syarat yang dimiliki kebangkitannya yang pertama. Dalam kaidah da’wah kita; “Pemimpin tidak muncul, kecuali dilahirkan oleh tarbiyah”.

Sekali lagi, rahasia kesuksesan tarbiyah di mihwar tanzhimi dan mihwar sya’bi adalah: istiqamah, indhibath bil-mas’uliyah dan at-takamuliyah fid-daur at-tarbawi. Ketiga hal itu pula yang sangat dibutuhkan pada saat ini.

Semoga Allah SWT menunjuki kita dalam kebenaran dan dalam kesabaran. Amin.

Posted on 17.03 by LDK IZZIS STAI-MU

2 comments

Oleh : M. Redha Helmi

HUMAS LDK IZZATUL ISLAM


Anak adalah harapan di masa yang akan datang. Kalimat ini seringkali kita dengar dan amat lengket di benak kita. Tak ada yang memungkiri ucapan itu, karena memang ia sebuah kenyataan bukan hanya sekedar ungkapan perumpamaan, benar-benar terjadi bukan sebatas khayalan belaka. Karenanya sudah semestinya memberikan perhatian khusus dalam hal mendidiknya sehingga kelak mereka menjadi para pengaman dan pelopor masa depan umat Islam.



Lingkungan pertama yang berperan penting menjaga keberadaan anak adalah keluarganya sebagai lembaga pendidikan yang paling dominan secara mutlak lalu kemudian kedua orangtuanya dengan sifat-sifat yang lebih khusus. Sesungguhnya anak itu adalah amanat bagi kedua orangtuanya. Di saat hatinya masih bersih, putih, sebening kaca jika dibiasakan dengan kebaikan dan diajari hal itu maka ia pun akan tumbuh menjadi seorang yang baik, bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya jika dibiasakan dengan kejelekan dan hal-hal yang buruk serta ditelantarkan bagaikan binatang, maka akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur. Kerugian mana yang lebih besar yang akan dipikul kedua orangtua dan umat umumnya apabila meremehkan pendidikan anak-anaknya.


Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah, "Bila terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber dari orangtuanya." Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita dengan firmanNya, "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS At Tahrim: 6). Berkata Amirul Mukminin Ali Radiyallahu ‘anhu, "Ajarilah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian kebaikan dan bimbinglah mereka.".


anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang baikdari orang tua akan menjadi sebuah gelas atau botol yang kosong sehingga mudah di isi dengan budaya,pegetahuan dan dotrin yang tidak sesuai dengan Islam. Lihat saja apa yang telah terjadi pada pemuda yang siap melakukan BOM bunuh diri, menjadi teroris dan lain sebgainya. Tentunya halite terjadi karena anak tadi tidak memiliki pemahaman yang benar tentang Islam sehingga dengan sangat mudah orang lain mempengaruhi pikirannya untuk berbuat yang menyimpang. Jika sudah terjadi hal seperti itu apa yang bisa kita katakana sekarang, siapa yang akan disalahkan?

Sekarang masa depan umat ini akan benar-benar hancur jika kita tidak bergerak dari sekarang untuk mendidikan anak-anak kita menjadi generasi yang tangguh dan mampu membawa perabaikan bagi ummat ini. Perhatian serius dan tarbiyah yang benar kini sangatlah dibutuhkan di zaman yang dipenuhi berbagai fitnah, fitnah syahwat dan syubhat yang terus memburu anak-anak kita dari segala arah dihembuskan oleh da'i-da'i sesat yang berada di pintu-pintu neraka jahanam. Allah berfirman, "... sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)." (QS An Nisaa: 27).


Benarlah apa yang dikatakan dalam sebuah syair:

Siapa menggembala kambing di tempat rawan binatang buas

Kemudian lalai darinya, singa akan merebut gembalaannya.


Islam sebagai agama yang universal tentu tidaklah mengesampingkan tarbiyah anak, bahkan tarbiyah anak adalah sorotan utama dalam Islam sebab Islam adalah agama tarbiyah. Dengan posisi tarbiyah anak yang demikian pentingnya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabadikan wasiat Luqman, seorang hamba yang shalih, kepada anaknya sebagai acuan bagi para murabbi / pendidik, begitu pula dengan sosok pribadi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai seorang rosul sekaligus menjadi imam para murabbi dunia.


Perhatian dan kecintaannya terhadap anak-anak sangatlah tinggi, terlihat saat beliau mengajari Ibnu Abbas di usianya yang muda belia sehingga tampillah Ibnu Abbas menjadi sosok pemuda yang berilmu, bertaqwa, dan memiliki keberanian yang luar biasa. Salah satu bentuk kasih sayangnya terhadap anak, beliau selalu mencium anak-anak bila berjumpa, sebagaimana dalam Shahih Bukhari dari sahabat Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mencium Hasan ...", juga diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Shohihnya dari sahabat Aisyah radliyallahu 'anha berkata, "Seorang badui datang menemui Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan berkata: Kalian selalu menciumi anak-anak, sedangkan kami tidak pernah menciuminya." Lalu Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata, "Kami menginginkan agar Allah mencabut kasih sayang dari hatimu.", tidak ada bahan pengajaran yang paling baik dan sempurna kecuali yang bersumber dari kitab dan sunnah, karena disitulah adanya ilmu yang mencakup segala bidang, seperti ungkapan Imam Syafi'i:

Ilmu itu adalah ucapan Allah dan ucapan rasulNya

Sedang selain dari itu adalah bisikan-bisikan syaithan.


begitulah memang seharusnya pendidikan anak ini menjadi kewajiban nomor satu bagi para orangtua, menelantarkannya berarti menelantarkan amanat dan kepercayaan Allah, membiarkannya adalah berarti membiarkan kehancuran anak, orangtuanya, umat, bangsa, dan negara. Sedangkan mendidiknya adalah cahaya masa depan umat yang cerah yang berarti juga mengangkat derajat sang anak dan derajat kedua orangtuanya di surga.


Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, "Akan diangkat derajat seorang hamba yang sholih di surga. Lalu ia akan bertanya-tanya: Wahai Rabb apa yang membuatku begini?" Kemudian dikatakan padanya, "Permohonan ampun anakmu untukmu." (HR Ahmad dari sahabat Abu Hurairoh).

Semua ini hanya akan menjadi mimpi jika kita tidak melakukan usaha dalam mendidikan anak-anak. Semuanya adalah tangung jawab kita semua. Tanggung jawab anda dan saya. Wallahu ‘alam bisswab.

Posted on 12.20 by LDK IZZIS STAI-MU

No comments

Fathi Farhat 02 Januari jam 14:59 Balas

Aku datang atas nama Kaum Adam
Tuk sampaikan resahnya pada Kaum hawa
Yang hitam indah terurai panjang
Dengan rangka yang memang memukau

Kadang kau aku suka,
Ku suka dengan senyummu
Hingga akhirnya diriku ingin dekat dirimu
Ujung atas hingga jengkal langkah
Kadang suka aku pandangi

Astagfirullah, maafkan aku yaa Allah
Diriku telah memuji sebuah kesalahan
Namun Alhamdulillah kini aku pun sadar
Akhirnya aku coba tuk teruskan

Wahai kaum Hawa aku pernah melihat
Melihat cahaya di balik kesalahanmu
Yaitu wajah yang lugu
Yaitu wajah yang sayu

Namun semua itu sayang seribu sayang
Karena semua itu di luar perintah-Nya
Semua itu ada di larangan-Nya
Semua itu kerugian untuk Kaum Hawa

Semua itu tiada arti
Karena kecantikanmu ada dalam kesalahan
Memang kadang aku terhindar� dari kesalahanmu
Namun sayang itu semua hanya bersifat� sementara

Wahai kaum Hawa tidak banyak yang aku minta dari dirimu
Yang aku minta keluarlah dari kesalahanmu
Segeralah kau tutup anggota tubuhmu

Wahai Kaum Hawa aku tidak mau
Dirimu terjerat seumur hidupmu dalam kesalahan
Aku ingin kau segera sadar
Dan jika kau belum sadar
Maka berlarilah hingga� kau menyadari
Semuanya dan tahu letak kesalahanmu

Wahai kaum Hawa dunia memang indah
Namun haruskah kita larut dalam keindahan yang sementara
Wahai Kaum Hawa kita ada yang menciptakan
Pastaskah kita melawan-Nya dan selalu dalam larangan-Nya

Wahai Kaum Hawa
Atas nama Kaum Adam
Aku ingin kau sadar untuk segera mungkin
Jangan tunggu hari esok
Karena mungkin kita di hari esok akan mati

Wahai Kaum Hawa� aku ingin kau benar
Dengan sehelai kain yang tak tembus pandang
Kau bentuklah kain itu seperti jubah
Lalu tutuplah si hitam yang terurai panjang
Hingga dua titik tidak terbentuk

Aku tahu semua ini berat tuk dilaksanakan
Namun kau harus ingat ini sebuah kebenaran
Dengan menutup tubuhmu
Dirimu akan mempesona

Perlu kau tahu dengan menutup tubuhmu
Kami kaum Adam telah kau selamatkan
Kau selamatkan dari derasnya dosa
Yang kita rasa bersama-sama

NB :
Untaian kata ini aku buat untuk para wanita terutama yang masih belum sempat atau masih lupa memakai jilbab.
Perlu kita ketahui bersama-sama bahwasanya seorang wanita yang terlihat auratnya maka, yang melihat dan yang terlihat sama-sama kena dosa. Bayangkan jika setiap detik aurat itu terlihat maka selama itu dosa mengalir dan mungkin jika di jumlah melebihi hutang bangsa ini. Masihkah kita tetap rela dosa itu tetap mengalir dan merasakan panasnya neraka kelak.Oleh karena itu cobalah untuk memulainya (memakai jilbab)saat ini jangan tunggu hari esok! "Hindari berpakain tapi telanjang"(tak berjilbab)."JILBAB,GUA BANGET,TAK BERJILBAB MALU ATUH"

---------
Pengirim : ARIP "tsabit" FAHRUDIN

Posted on 10.31 by LDK IZZIS STAI-MU

No comments



Oleh : M. Redha Helmi
HUMAS LDK Izzatul Islam

Sebelum wafatnya Rasulullah SAW, beliau mengatakan kepada para sahabatnya bahwa Islam akan mengalami lima fase kehidupan. Pertama,Qurun Nubuwwah atau masa kenabian yakni dimana pada masa itu Rasulullah SAW masih hidup dan berada diantara para sahabatnya, kejayaan dan hukum Islam Berjaya dan Islam mulai menguasai dunia. Kedua,khilafah’ala manhajinubuwwah atau masa khalifah dimana digambarkan pada masa ini Rasulullah SAW tak lagi berada disisi para sahabatnya dan perpecahan mulai terjadi pada diri umat, ini bisa kita lihat perselisihan yang terjadi pada masa khalifah umar, ustman dan Ali. Ketiga,mulkan adhon atau masa pemerintahan raja yang menggigit, digambarkan bahwa pada masa ini hukum Islam masih diberlakukan dan masih menggunakan system khilafah, namun kediktatoran sudah mulai merasuki pemerintahan Islam. Kemudian, keempat,mulkan jabariyyan atau masa penguasa yang zhalim, saat ini kita tengah berada pada masa penguasa yang zhalim, saat ini penindasan umat Islam terus terjadi dimana-mana, korupsi yang meraup uang rakyat membuat penderitaan umat ini tak kunjung beakhir ini adalah pertanda dari penguasa kita yang zhalim. Kelima,khilafah ‘ala manhajinnubuwwah atau kembalinya khilafah, masa ini adalah fase terakhir yang akan dilewati oleh umat ini. Masa ini lah yang saat ini sedang dinantikan oleh seluruh umat Islam, yakni masa kejayaan dengan kembalinya khilafah tegak dimuka bumi ini

Itu adalah gambaran masa yang dilewati oleh umat islam saat ini, intinya bisa kita lihat umat islam berada pada masa pertengahan dimana umat berada dalam kebimbangan menunggu kehancuran peradaban barat yang belum juga hancur dan menanti datangnya kejayaan Islam yang sampai saat ini pun belum datang, sampai saat ini belum ada yang tahu kapan peristiwa bersejarah itu akan terjadi. Berdirinya khilafah demi kejayaan islam telah menjadi agenda bagi seluruh pergerakan umat ini, meski latar belakang yang berbeda usaha mengembalikan masa kejayaan islam terus dilakukan oleh berbagai pergerakan islam

Dalam upaya menyongsong masa depan ini penulis melihat ada beberapa upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh umat ini, dan dalam hal ini umat Islam terbagi tiga golongan. Pertama, golongan salaf yaitu mereka yang berpegang teguh dengan ajaran Islam sebagaimana para pendahulu, dan mengikuti secara rinci Sunah Rasulullah SAW, akan tetapi sangat anti dengan apa yang datang dari luar Islam. Kedua, golongan wasathiyah (moderat) yang 'menengok' masa lampau hingga terpesona dengan peninggalan Islam, kemudian 'menatap' hari ini dan memimpikan masa depan yang cerah. Ketiga, golongan orang yang 'silau' dengan kemajuan peradaban Barat. Ketiga golongan tersebut sepakat bahwa masa depan hanya milik umat Islam, akan tetapi mereka hanya berbeda pendapat tentang bagaimana format Islam masa depan. Para ulama salaf meyakini bahwa masa depan hanya milik Islam sesuai dengan apa yang di kabarkan Alquran (QS 3:140), tidak perlu pemikiran panjang lagi. Selanjutnya, Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Ummatuna Baina Qornaini (Umat Kita di antara Dua Abad;Darus Syuruq, Kairo, 2000) punya rumusan menarik bagaimana masa depan akan menjadi milik umat Islam. Rumusan ini diistilahkan dengan siklus peradaban. Beliau berpendapat bahwa setiap peradaban akan mengalami siklus. Beliau membenarkan teori benturan peradaban Huntington, tapi akan dimenangkan umat Islam.

Tantangan umat

Kita semua yakin bahwa masa depan akan menjadi milik Islam namun dalam menyongsong masa depannya, umat Islam ini akan di hadapkan pada berbagai tantangan, internal maupun eksternal. Tantangan internalnya berupa perpecahan di tubuh umat Islam sendiri, yang senantiasa dimanfaatkan musuh untuk menghancurkan Islam. Perpecahan antar madzhab serta antar gerakan pembaharuan juga terjadi. Lantas kalau kemenangan datang, siapakah yang akan memimpin umat ini? Tantangan internal lainnya adalah diktatorisme di negara Islam yang tentu saja sangat menghambat langkah-langkah dan mempersempit ruang gerak-gerik umat Islam. Selain itu, kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan, di mana hampir setengah umat Islam hidup di bawah garis kemiskinan dan pendidikan yang memprihatinkan, hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi umat ini.



Sedang tantangan eksternal berupa sistem demokrasi yang dipaksakan oleh Barat kepada dunia Islam. Sistem yang sangat bertentangan dan tidak pernah dikenal dalam Islam ini sungguh menghambat. Sebab, hukum dan kebijakan dalam Islam adalah keputusan langit (Allah SWT) bukan keputusan bumi (kemufakatan manusia). Isu terorisme yang dialamatkan Barat kepada Islam, menimbulkan ketakutan terhadap Islam muncul secara berlebihan. Tantangan eksternal lainnya adalah imperialisme dalam segala bidang yang terus memojokkan Islam. Sebagai contohnya, sebut saja propaganda mereka yang terkenal dengan new world order (tata dunia baru), Timur Tengah Baru, dan new map (peta Timur Tengah baru). Contoh lainnya adalah tangan-tangan Barat selalu mengendalikan keputusan dunia Islam seperti dalam masalah Palestina.



Menjawab tantangan

Masa depan Islam sangat di tentukan oleh kemampuan umat Islam untuk menjawab semua tantangan yang dihadapinya. Sebagai generasi umat yang telah melahirkan para pejuang yang tangguh yang didalam darah kita megalir darah pejuang Abu bakar, Umar, ustman, Ali, Khalid bin walid dan darah-darah pejuang Islam lainya, tentunya tantangan-tantangan yang ada harus kita selesaikan dengan menjawab semua tantangan itu. Dalam melakukan ini kita perlu merenungkan beberapa poin berikut. Pertama, umat harus kembali kepada Alquran dan Sunnah, kejayaan yang dibangun generasi terdahulu adalah kekuatan yang mereka dapat dari pengamalan al-qur’an, jadi tidak ada tawar menawar lagi jika ingin bangkit umat ini harus kembali pada Al-Qur’an dan sunnah. Kedua, dunia Islam harus mampu berperan sebagai pengendali kebijakan politik negaranya, dan berani menolak segala intervensi serta tekanan asing. Politik adalah pintu utama yang paling mudah bagi suatu negara untuk bisa melewati semua tantangan yang ada.



Ketiga, dari sekarang umat Islam harus mulai menanam agar bisa menuai di masa depan. Karena sebagaimana ditulis Ahmad Ar Riswani dalam makalahnya Masa Depan Islam dan Islam Masa Depan (Darul Fikr, Bairut, 2003) bahwa apa yang kita kerjakan sekarang adalah apa yang akan kita tuai di masa depan. Artinya kita harus membangun umat ini, dengan memberikan pendidikan yang sehat dan benar, sehingga terwujudlah generasi Muslim yang unggul dan berkualitas. Keempat, umat Islam harus berdialog dengan peradaban lain khususnya peradaban Barat, kemudian menjelaskan kepada mereka bagaimana ajaran Islam yang sebenarnya. M Sa'id Ramadhon Al Buthi dalam artikelnya Masa Depan Islam dan Tantangan Masa Kini (Darul Fikr, Bairut, 2003) menyarankan agar umat Islam meyakinkan Barat bahwa Islamlah yang mampu menjaga mereka dari kehancuran. Kelima, umat Islam wajib membebaskan bumi Palestina dari jajahan Zionis Israel dan bumi Irak-Afganistan jajahan Amerika. Pednderitaan dan penindasan yang dilakukan zeonis terhadap rakyat palestina sudah melampaui batas kemanusiaan, rakyat palestina harus bisa menghirup udara bebas ditanahnya sendiri.



Masa depan Islam bukanlah suatu tema yang dimunculkan untuk menampilkan wajah baik Islam di Barat, akan tetapi merupakan bagian dari perjalanan umat Islam sendiri dalam mengarungi sejarah hidupnya. Usaha untuk menggapai masa depan yang baik, tidaklah cukup hanya dengan ceramah-ceramah di masjid atau seminar-seminar di universitas, kejayaan ini tidak cukup hanya dengan menambah ilmu tanpa aplikasi nyata. Islam pada masa nya nanti akan Berjaya dan menguasai kembali dunia ini, kapanpun masa itu kita harus tetap optimis dan menyongsong kebangkitan itu. Wallahu a’lam bisswab

Posted on 15.13 by LDK IZZIS STAI-MU

1 comment